
Tether Raup Keuntungan Rp21,7 Triliun pada Q1 2023
Tether, penerbit stablecoin USDT, melaporkan keuntungan sebesar $1,48 miliar (Rp 21,7 triliun, KURS: 14.705) pada kuartal pertama tahun 2023. Laporan ini disiapkan oleh firma akuntansi BDO Italia.
Melalui postingan blog pada hari Rabu (10/05), perusahaan tersebut mengatakan bahwa mereka sangat optimis untuk masa depan.
Laporan keuangan Tether juga mengungkapkan bahwa surplus reserve perusahaan kini menyentuh angka tertinggi sepanjang masa yaitu sebesar $2,44 miliar, meningkat $1,48 miliar dari kuartal yang sama tahun lalu.
Selain itu, Thether melaporkan bahwa total assets under management (AUM) milik mereka telah tumbuh menjadi sekitar $81,8 miliar. Peningkatan ini cukup signifikan dari sekitar $67 miliar yang dilaporkan pada akhir tahun 2022.
Perusahaan mengatakan, mayoritas asetnya diinvestasikan dalam US Treasury Bills, dan sebagian disimpan dalam bentuk bitcoin dan emas, dengan persentase masing-masing 2% dan 4%.
Selain itu, Tether juga mengungkapkan rencananya untuk mengurangi ketergantungannya pada simpanan bank tradisional, dan memilih untuk terlibat dengan pasar REPO. Langkah ini bertujuan untuk memastikan peningkatan keamanan dan fluiditas bagi penggunanya.
Paolo Ardoino, CTO Tether menyatakan bahwa laba bersih mencerminkan stabilitas platform mereka. Ardoino juga menambahkan bahwa Tether terus memantau lingkungan ekonomi global dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi dana pelanggannya.
“Kami sangat senang dengan kesuksesan luar biasa yang telah dicapai Tether pada Q1 2023, dengan cadangan surplus kami mencapai level tertinggi sepanjang masa sebesar $2,44 miliar,” kata Ardoino.
USDT adalah aset kripto terbesar ketiga setelah Bitcoin dan Ethereum, dan merupakan stablecoin terbesar dengan kapitalisasi pasar $82,5 miliar. Ini merupakan cryptocurrency yang paling banyak diperdagangkan, dengan volume perdagangan 24 jam sebesar $16,5 miliar.
Pertumbuhan Tether telah didorong oleh meningkatnya permintaan stablecoin sebagai sarana untuk bertransaksi di pasar crypto, serta munculnya platform keuangan terdesentralisasi (DeFi) yang menggunakan stablecoin sebagai jaminan.
Laporan transparansi Tether dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepada investor dan regulator, karena desas-desus mengenai apakah penerbit stablecoin memiliki aset yang cukup untuk menutupi kewajiban mereka telah beredar selama bertahun-tahun.
Sebagai contoh, mantan pejabat SEC John Reed Stark telah menyampaikan kekhawatiran tentang operasi Tether. Menanggapi laporan Tether, Stark menekankan bahwa laporan tersebut tidak setara dengan audit keuangan tradisional, dan dia mengungkapkan keraguan tentang stabilitas keuangan perusahaan seperti Tether yang beroperasi tanpa audit keuangan bersertifikat.
Dia juga mempertanyakan status peraturan perusahaan, menyoroti kurangnya pendaftaran SEC Tether dan perlindungan yang ditawarkannya kepada investor.