KTT G20, Apakah Ancaman Bagi Crypto dan Blockchain?
ChainsightNews | Kutipan beberapa pernyataan langsung dari Ibu Mentri Ekonomi Indonesia yaitu Sri Mulyani, dalam rangka KTT negara G20 di Jepang 8-9 Juni lalu, mengundang banyak pertanyaan tentang Crypto dan Blockchain.

Dalam kutipannya di Instagram, Sri Mulyani menyatakan:
Hari pertama:
Proyeksi ekonomi dunia untuk 2019 telah dipangkas 0.3% menjadi hanya 2,6% (Worldbank) atau 3,3% (IMF). Perang tarif akan melemahkan pertumbuhan hingga 0,5% tahun 2020, pertumbuhan perdagangan dunia hanya mencapai 2,6% (terlemah sejak krisis Keuangan global 2008). G20 diawali dengan simposium tentang International Taxation. Digitalisasi ekonomi melemahkan prinsip “Permanent Establishment” yang menjadi dasar sistem perpajakan internasional. Diperlukan sistem perpajakan internasional baru agar mampu menjamin pemajakan yang adil antar negara di era digitalisasi. Kerjasama perpajakan internasional untuk pencegahan penghindaran pajak melalui “Base Erosion Profit Shifting” (BEPS) dan kerjasama pertukaran informasi “Automatic Exchange of Information” oleh 130 negara/jurisdiksi dimana tidak ada lagi tempat menyembunyikan kewajiban pajak oleh siapapun.
Hari kedua:
1. International Taxation : membahas kemajuan kerjasama internasional untuk mencegah penghindaran pajak melalui “Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang dimulai sehak 2012, termasuk penanganan perlakukan perpajakan untuk kegiatan ekonomi digital. Digital ekonomi mengubah model bisnis yang menghilangkan kehadiran fisik suatu perusahaan. Ini menyulitkan perhitungan kewajiban pajak. Diperlukan sistem perpajakan baru yang inklusif dan adil.
2. Global imbalances: membahas negara yang memiliki current account surplus - seperti RRT, Jerman dll versus mereka yang defisit (USA). Global imbalances memicu sentimen anti perdagangan internasional dan munculnya proteksionisme baik dari sisi perdagangan maupun arus modal. Pengawasan komponen imbalances seperti ekspor dan impor barang dan jasa, serta keseimbangan arus modal dan income serta komposisi Invetasi global, juga memahami sumber imbalances seperti kebijakan fiskal dan gejolak harga komoditas - sangat penting untuk mencegah shock (sudden reversal) dan volatilitas.
3. Aging Demografi and Policy implications: membahas perubahan demografi di negara yang sudah semakin menua - dihadapkan beban fiskal, kemampuan dana pensiun, kebutuhan kesehatan dan penurunan pertumbuhan ekonomi. Negara dengan demografi muda, perlu menciptakan kesempatan kerja dan Investasi sumber daya manusia (pendidikan, pelatihan, kesehatan).
4. Infrastruktur Investment : dibahas mengenai prinsip Investasi di bidang Infrastructure yang berkualitas. Bagaimana negara G20 dapat saling belajar untuk membantu infrastruktur secara baik dan berkualitas dan sustainable dan mampu membangun asset class untuk pembiayaan yang makin beragam dan efisien.
5. Fragmentasi pasar keuangan, financial innovation, dan fintech, dan kerjasama anti money laundering dan financing terorism. Kemajuan teknologi dan munculnya inovasi produk, instrumen dan infrastruktur keuangan menyebabkan tantangan terhadap regulasi, pengawasan dan keamanan bagi masyarakat.
Blockchain & Crypto
Hal yang menarik yang dibahas adalah tentang "Automatic Exchange of Information" sesuai dengan tema tahun ini adalah Data Free Flow With Trust. Sebagai pengamat teknologi informasi, tentu saja ini akan mengarah kepada Big Data, AI (Arficial Intelligence), IoT (Internet of Things), dan Blockchain. Tentang Blockchain sendiri, adalah sebuah buku besar terdistribusi (distributed ledger) terbuka yang dapat mencatat transaksi antara dua pihak secara efisien dan dengan cara yang dapat diverifikasi dan permanen yang telah dirancang dari awal agar aman (secure by design) dan memanfaatkan sistem komputasi terdistribusi dengan Byzantine Fault Tolerance (BFT) yang tinggi. Blockchain saat ini juga telah menjadi bagian dalam Big Data, AI (Arficial Intelligence) dan IoT (Internet of Things). Berdasarkan penelusuran dari ICObench ada sekitar 445 proyek yang berafiliasi untuk Big Data, 494 proyek untuk Arficial Intelligence dan 114 proyek untuk Internet of Things.
World Bank sendiri pada tanggal 28 Agustus 2018, telah menerbitkan bond-i ( instrument debt berbasis blockchain) senilai A$110M. Menurut lembaga keuangan internasional ini, Blockchain merupakan "a great ally in the fight against corruption". Disamping itu, IMF( International Monetary Fund) juga mengatakan bahwa:
“Pengembangan aset crypto dan distribusi buku besar berkembang pesat, seperti halnya jumlah informasi (baik yang netral maupun yang terselubung) di sekitarnya. Ini memaksa bank sentral, regulator dan lembaga keuangan untuk mengakui kesenjangan pengetahuan yang berkembang antara legislator, pembuat kebijakan, ekonom dan teknologi."
Sebagai bagian yang tak terpisahakan dari IMF dan World Bank pada KTT G20 ini, tentu sekali, dukungan terhadap Teknologi Blockchain itu tidaklah menjadi ancaman bagi Elite Global, lalu bagaimana dengan Crypto itu sendiri? apakah akan mengancam tatanan dunia financial yang sekarang sudah ada ? seperti yang di katakan oleh Ibu Sri Mulyani "Digitalisasi (Crypto-red) akan mengancam Permanent Establishment", sehingga sampai sekarang, baik Bank Indonesia dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) tidak mengakui crypto sebagai alat pembayaran. Bahkan di banyak kesempatan di acara KTT ini, para pemimpin (Menteri keuangan dan Gubernur Bank Sentral) menandatangani dokumen yang menyatakan desakan kepada lembaga terkait untuk mempertimbangkan hal yang lebih baik untuk aset crypto dengan tindakan yang tepat. Mereka meminta kepada Financial Stability Board (FSB) dan organisasi penetapan standar global untuk mengawasi risiko mengenai aset crypto.

Financial Action Task Force (FATF) sendiri sedang menyiapkan langkah baru untuk pembentukan regulasi dan panduan yang jelas tentang tata cara pengunaan crypto ini,khususnya yang berkaitan dengan pencucian uang (anti-money laundering (AML), pendanaan aksi terorisme (countering the financing of terrorism (CFT), dan perlindungan konsumen maupun investor dan lebih mengedepankan untuk pencegahan terhadap resiko yang dihadapi untuk masuk kedalam bisnis ini. Berdasarkan pantauan kami, ada sekitar $26B yang sudah masuk dalam rising funding sejak July 2018 hingga Juni 2019 untuk mendukung bisnis crypto secara global. Mereka menyimpulkan bahwa tidak ada ancaman yang terlihat langsung pada teknologi ini, bahkan memberikan inovasi baru bagi perkembangan sistem keuangan dan ekonomi yang lebih luas.