
UBS Uji Coba Investasi Emas Digital Berbasis Blockchain Ethereum
UBS, bank terbesar di Swiss, mulai mengintegrasikan teknologi blockchain ke dalam sistem keuangan tradisional dengan menguji investasi emas digital bagi investor ritel.
Dengan total aset kelolaan lebih dari $5,7 triliun, UBS telah berhasil menyelesaikan proof-of-concept untuk produk investasi emas fraksionalnya, UBS Key4 Gold, menggunakan Ethereum layer-2 ZKsync Validium.
Teknologi ZKsync Validium memungkinkan UBS meningkatkan skalabilitas, privasi, dan interoperabilitas dalam penawaran emas digitalnya. Dengan memanfaatkan zero-knowledge proofs (ZK-proofs), infrastruktur berbasis blockchain ini memungkinkan transaksi berkecepatan tinggi dengan keamanan data yang lebih baik dan biaya transaksi yang lebih rendah.
Langkah ini mencerminkan upaya berkelanjutan UBS dalam mengeksplorasi potensi blockchain di sektor keuangan, sekaligus menandai pergeseran menuju keuangan berbasis onchain.
UBS Key4 Gold awalnya dibangun di atas UBS Gold Network, sebuah blockchain izin terbatas yang menghubungkan penyedia likuiditas, distributor, dan penyimpanan emas dalam sistem perbankan.
Namun, dengan beralih ke ZKsync Validium, UBS bertujuan untuk meningkatkan privasi transaksi, meningkatkan interoperabilitas, dan mengoptimalkan kecepatan transaksi melalui penyimpanan data offchain.
Alex Gluchowski, penemu ZKsync, menekankan pentingnya blockchain dalam modernisasi sistem keuangan.
Dalam unggahannya di X (sebelumnya Twitter) pada 31 Januari, ia mengatakan,
“Saya sangat yakin bahwa masa depan keuangan akan berlangsung di onchain, dan teknologi ZK akan menjadi katalis pertumbuhannya.”
Keyakinan ini sejalan dengan inisiatif blockchain UBS sebelumnya, termasuk peluncuran dana tokenisasi di Ethereum pada November 2024, yang dirancang untuk mengintegrasikan Ether (ETH) dalam sistem keuangan tradisional.
ZKsync sendiri memiliki target ambisius pada 2025, dengan rencana memproses 10.000 transaksi per detik (TPS) dan memangkas biaya transaksi menjadi hanya $0.0001.
Jika terealisasi, peningkatan ini dapat menarik lebih banyak institusi ke dalam ekosistem blockchain, menghilangkan kekhawatiran terkait biaya tinggi dan kemacetan jaringan yang selama ini menjadi tantangan utama.
Meski adopsi blockchain semakin luas, privasi masih menjadi tantangan utama bagi institusi keuangan yang ingin memasuki ekosistem ini.
Remi Gai, pendiri Inco, menyoroti masalah ini dalam FHE Summit 2024, dengan mengatakan:
“Institusi keuangan masih kesulitan menghadapi transparansi blockchain.”
Menurutnya, teknologi seperti fully homomorphic encryption (FHE) dapat membantu meningkatkan privasi transaksi dan mendorong lebih banyak institusi besar untuk masuk ke sektor kripto.
Selain teknologi ZK-proofs dan FHE, solusi confidential computing juga mulai dipertimbangkan untuk meningkatkan adopsi blockchain di sektor keuangan.
Teknologi ini memungkinkan institusi memproses transaksi terenkripsi tanpa mengekspos data sensitif, yang dapat membuka potensi triliunan dolar dalam likuiditas baru bagi sektor kripto.
Menurut laporan Global Financial Markets Association (GFMA) dan Boston Consulting Group, nilai total aset tidak likuid yang ditokenisasi secara global diperkirakan mencapai $16 triliun pada 2030.
Sementara itu, perkiraan lebih konservatif dari Citigroup menunjukkan bahwa sekuritas digital yang ditokenisasi dapat mencapai $4 triliun hingga $5 triliun pada 2030.
Melihat peluang ini, perusahaan keuangan besar mulai bergerak ke arah tokenisasi. Goldman Sachs, misalnya, berencana meluncurkan tiga produk tokenisasi baru tahun ini, seiring meningkatnya minat klien terhadap aset digital.
Dengan langkah inovatif UBS dalam tokenisasi emas dan eksplorasi blockchain, masa depan investasi aset berbasis onchain semakin terbuka lebar bagi institusi keuangan global.