
Uji Dukungan Pasar Bull $90K? 5 Hal yang Perlu Diketahui tentang Bitcoin Pekan Ini
Bitcoin memasuki akhir Februari dengan sentimen pasar yang tidak menentu. Apakah para bull dapat menghindari penurunan baru hingga $90.000?
Likuiditas Menguat di Kedua Sisi Harga Bitcoin
Harga Bitcoin (BTC) saat ini berada di sekitar $91.849 dan terus bergerak dalam rentang perdagangan yang semakin ketat. Ketidakpastian ini diperparah oleh meningkatnya tekanan makroekonomi dan data inflasi AS yang akan dirilis dalam waktu dekat.
Di sisi lain, harga emas kembali mencapai level tertinggi sepanjang masa, sementara dolar AS mencoba pulih setelah mengalami penurunan selama beberapa minggu terakhir. Implikasi volatilitas Bitcoin juga mengalami penurunan ke tingkat yang jarang terlihat sebelumnya.
Para Pedagang Menandai Dukungan BTC di $90.000
Bitcoin tetap berada dalam kisaran harga yang sempit setelah upaya kenaikan harga pekan lalu gagal akibat peretasan Bybit. Menurut data dari Cointelegraph Markets Pro dan TradingView, pedagang masih menunggu pergerakan signifikan berikutnya.
Trader CrypNuevo menyatakan bahwa saat ini tingkat likuidasi berada pada posisi yang hampir seimbang baik untuk kenaikan maupun penurunan harga. Dalam sebuah utas di X pada 23 Februari, ia menyebutkan bahwa level $94.7K dan $92.5K merupakan titik krusial dalam pergerakan harga Bitcoin.
Sementara itu, trader Roman lebih pesimistis dan mengindikasikan bahwa Bitcoin dapat kembali menyentuh level bawah dari kisaran perdagangan selama beberapa bulan terakhir.
“Begitu banyak upaya gagal untuk naik tanpa kekuatan yang cukup,” ujarnya kepada para pengikut di X. “Tampaknya sentuhan pada dukungan $90K akan segera terjadi, kecuali kita berhasil menembus $98.4K dengan penutupan di atasnya.”
Di sisi lain, trader Luca melihat Bitcoin bersiap untuk menguji kembali zona dukungan pasar bull yang telah bertahan sejak Oktober lalu, ketika BTC/USD menembus rekor tertinggi sebelumnya di $73.800.
Inflasi AS dan Ancaman Stagflasi
Pekan ini, pasar menantikan rilis data inflasi AS yang menjadi elemen terakhir dalam teka-teki kondisi ekonomi global. Indeks Personal Consumption Expenditures (PCE), yang dianggap sebagai tolok ukur inflasi pilihan Federal Reserve, dijadwalkan rilis pada 28 Februari.
Laporan ini mengikuti data klaim pengangguran yang dirilis pekan lalu dan menunjukkan kondisi pasar tenaga kerja yang semakin melemah di tengah tanda-tanda inflasi yang kembali meningkat. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan skenario stagflasi, yakni pertumbuhan ekonomi yang melambat tetapi inflasi tetap tinggi.
Menurut firma perdagangan Mosaic Asset, meskipun stagflasi merupakan perhatian utama investor, data historis menunjukkan bahwa kondisi ini tidak selalu berdampak buruk bagi pasar saham.
“Meskipun pertumbuhan ekonomi melambat dan inflasi meningkat, dalam 75% kasus stagflasi sejak 1930, pasar saham tetap mencatatkan keuntungan tahunan rata-rata 16,4% pada S&P 500,” tulis Mosaic dalam buletin pasar terbaru mereka.
Namun, data dari CME Group’s FedWatch Tool menunjukkan bahwa pasar masih kurang yakin dengan kemungkinan pelonggaran kebijakan moneter dalam waktu dekat. Penurunan suku bunga, misalnya, diprediksi tidak akan terjadi sebelum Juli, meskipun ada dua pertemuan Federal Reserve sebelum periode tersebut.
“Inflasi PCE akan menjadi bagian terakhir dari teka-teki setelah rebound pada inflasi PPI dan CPI,” tulis sumber perdagangan The Kobeissi Letter, yang memprediksi pekan terakhir Februari akan menjadi periode yang penuh peristiwa.