
Petani di Afrika Mulai Beralih ke Stablecoin untuk Transaksi Perdagangan Pertanian Global
Makanan adalah kebutuhan dasar semua manusia — dan karena itulah industri pertanian merupakan salah satu sektor terbesar di dunia. Pada tahun 2023 saja, Uni Eropa mengimpor 154 juta ton produk pertanian dan mengekspor 134 juta ton. Pasar ini diperkirakan terus tumbuh sebesar 3,45% per tahun hingga mencapai nilai $5,52 triliun pada 2029.
Namun di balik besarnya potensi itu, para petani dan pedagang agrikultur menghadapi masalah serius. Untuk bisa mengekspor hasil panen ke luar negeri, mereka harus berurusan dengan mata uang asing dan sistem keuangan yang kompleks — terutama di kawasan seperti Afrika yang infrastrukturnya masih kurang berkembang.
Akibatnya, proses perdagangan jadi tidak efisien: biaya transaksi tinggi, pembayaran lintas negara lambat, dan bunga pinjaman mencekik. Perusahaan besar bisa mengatasi tantangan ini, tetapi petani kecil sering kali menjadi korban terbesar dari sistem perbankan yang ketinggalan zaman.
Namun, teknologi blockchain dan stablecoin mulai memberi harapan. Dengan memangkas peran perantara dan mendorong inklusi keuangan, stablecoin memungkinkan petani mengakses pasar global secara langsung. Di tengah prediksi bahwa pasar pertanian Afrika akan mencapai $1 triliun pada 2030, stablecoin bisa jadi bukan sekadar tren keuangan sesaat, tapi masa depan industri agrikultur.
Biaya Tersembunyi dalam Pembayaran Lintas Negara
Pembayaran lintas negara adalah jantung perdagangan pertanian — penting untuk mengakses alat, benih, dan pasar internasional. Ini sangat krusial bagi Afrika, karena hanya 17% ekspor benua tersebut yang ditujukan untuk pasar regional.
Sayangnya, sistem perbankan lokal belum memadai dan justru menghambat transaksi. Biaya yang dibebankan bank konvensional bisa mencapai 3% hingga 6% per transaksi, jumlah yang cukup besar bagi petani dengan margin keuntungan tipis.
Tak hanya mahal, penggunaan mata uang perantara seperti dolar AS juga membuat petani kehilangan nilai tukar tambahan sebesar 3%-10%. Pelaku usaha kecil di Afrika bahkan bisa membayar 200% lebih mahal dibanding perusahaan besar saat memproses transaksi lewat jalur formal.
Lebih buruk lagi, prosesnya bisa sangat lambat — hingga 120 hari untuk menyelesaikan pembayaran. Akibatnya, petani terpaksa mengambil pinjaman berbunga tinggi demi menjaga likuiditas, yang justru makin menekan penghasilan mereka.
Stablecoin Bisa Mengubah Perdagangan Pertanian
Teknologi stablecoin hadir sebagai solusi dari sistem keuangan usang. Dengan mengandalkan blockchain, stablecoin menawarkan tiga pilar perubahan utama bagi industri agrikultur:
-
Pemangkasan biaya dan waktu transaksi:
Petani bisa mengirim dan menerima pembayaran langsung, tanpa perantara, dengan biaya rendah dan hanya dalam hitungan menit. Penghematan biaya bisa mencapai 3%-6% per transaksi, sekaligus meningkatkan modal kerja mereka. -
Hindari volatilitas mata uang lokal:
Dengan menetapkan harga produk dalam stablecoin, petani dapat mengakses pasar global dan terhindar dari fluktuasi nilai tukar. Hal ini sangat penting bagi negara-negara dengan mata uang yang tidak stabil, di mana depresiasi bisa menghapus keuntungan dalam semalam. -
Memerangi penipuan dan inefisiensi rantai pasok:
Penipuan makanan global diperkirakan merugikan $40 miliar per tahun, sementara barang palsu mencapai $500 miliar. Stablecoin dan blockchain bisa membantu melacak keaslian produk, menjadikan rantai pasok lebih transparan dan efisien.
Contoh nyata datang dari Parrogate, konglomerat asal Zimbabwe, yang menggunakan blockchain untuk mempercepat pembayaran kepada pemasok dan meningkatkan efisiensi perdagangan lintas batas. Mereka bukan satu-satunya — semakin banyak bisnis agrikultur Afrika mulai mengadopsi stablecoin dan mendapatkan manfaat nyata.
Tantangan Masih Ada, Tapi Potensi Tak Terbantahkan
Meski menjanjikan, adopsi stablecoin di sektor pertanian masih menghadapi beberapa rintangan:
-
Ketidakpastian regulasi, khususnya di Afrika, dengan kontrol ketat atas arus modal keluar negara.
-
Kesenjangan teknologi dan edukasi, membuat sebagian petani belum bisa memahami atau memanfaatkan teknologi ini.
-
Di Eropa, kebutuhan akan stablecoin lebih kecil karena sistem keuangan sudah mapan.
Namun, permintaan untuk stablecoin di agrikultur Afrika semakin kuat. Komunitas pertanian menunjukkan antusiasme tinggi untuk mengadopsi stablecoin yang legal dan mendukung likuiditas lintas negara.
Transformasi ini tak akan terjadi dalam semalam, tetapi arah pergerakannya sudah jelas: keuangan digital dengan stablecoin sebagai fondasinya. Transaksi instan, biaya rendah, dan akses keuangan yang lebih adil menjadi daya tarik besar bagi petani.
Industri pertanian yang selama ini terjebak sistem keuangan kuno kini melihat secercah masa depan — dan stablecoin bisa menjadi kunci transformasi besar yang menyentuh setiap orang di dunia.