
CEO Telegram Soroti Peningkatan Sensor di Uni Eropa Sambil Mengakui Rusia Mempertahankan Akses Terbuka
Pavel Durov, pendiri dan CEO Telegram, telah menyampaikan keprihatinan serius mengenai meningkatnya sensor di Uni Eropa (UE). Dalam sebuah pernyataan baru-baru ini, ia menggarisbawahi pergeseran mengejutkan di mana negara-negara yang secara tradisional dianggap mendukung kebebasan berbicara kini mulai membatasi akses ke platform digital seperti Telegram. Sebaliknya, Rusia, yang sebelumnya dikenal dengan pendekatan ketat terhadap pengendalian internet, telah membiarkan platform ini beroperasi tanpa pembatasan signifikan.
Peningkatan Sensor di Uni Eropa
Menurut Durov, beberapa negara anggota Uni Eropa mulai memberlakukan pembatasan terhadap Telegram, yang dikenal sebagai salah satu platform komunikasi paling populer dan aman di dunia. Dia menyoroti bahwa keputusan tersebut dapat menjadi ancaman nyata bagi kebebasan berbicara di kawasan yang sering dianggap sebagai pilar demokrasi dan hak asasi manusia.
Langkah-langkah sensor ini termasuk:
- Pemblokiran akses terhadap Telegram atau fitur tertentu dalam platform.
- Tuntutan kepada perusahaan teknologi untuk mematuhi kebijakan lokal yang berpotensi membahayakan privasi pengguna.
- Tekanan terhadap penyedia layanan internet untuk membatasi konektivitas platform tertentu.
- Durov memperingatkan bahwa jika tren ini terus berlanjut, Uni Eropa berisiko kehilangan reputasinya sebagai kawasan yang mendukung kebebasan berekspresi dan teknologi inovatif.
Rusia: Pendekatan Berbeda
Yang lebih mencengangkan, Durov mencatat bahwa Rusia, meskipun memiliki sejarah kontrol ketat terhadap media dan internet, kini mengambil pendekatan yang lebih terbuka terhadap Telegram. Sebelumnya, Rusia pernah memblokir Telegram pada 2018 setelah perusahaan menolak menyerahkan kunci enkripsi kepada pihak berwenang. Namun, larangan tersebut dicabut pada 2020, dan sejak itu, Telegram dapat beroperasi tanpa gangguan besar di negara tersebut.
Durov menyebut langkah ini sebagai tanda positif bahwa Rusia berusaha meningkatkan transparansi dan memberikan kebebasan lebih besar kepada penggunanya untuk mengakses informasi. Pendekatan ini mencerminkan perubahan yang signifikan dan memberikan kontras tajam dengan kebijakan yang diterapkan oleh beberapa negara di Uni Eropa.
Implikasi terhadap Kebebasan Berbicara
Sebagai pendukung kebebasan berbicara, Durov menekankan bahwa sensor yang meningkat dapat mengikis prinsip-prinsip demokrasi yang telah menjadi dasar pembangunan Uni Eropa. Ia menyoroti risiko dari pembatasan akses terhadap platform seperti Telegram, yang tidak hanya digunakan untuk komunikasi pribadi tetapi juga untuk berbagi informasi dan membangun komunitas global.
Beberapa kekhawatiran utama yang ia angkat meliputi:
- Erosi Demokrasi. Sensor berlebihan dapat membatasi kebebasan warga untuk menyuarakan pendapat, mengurangi transparansi, dan memperburuk krisis kepercayaan terhadap pemerintah.
- Privasi Pengguna. Tuntutan agar perusahaan teknologi menyerahkan data pengguna dapat menciptakan pelanggaran besar terhadap privasi individu.
- Inovasi Terhambat. Pendekatan regulasi yang terlalu keras dapat menghalangi perkembangan platform teknologi baru di Uni Eropa.
Seruan untuk Bertindak
Durov menyerukan kepada negara-negara di Uni Eropa untuk meninjau kembali kebijakan mereka terkait teknologi dan kebebasan berbicara. Dia juga mendorong pemerintah untuk bekerja sama dengan platform teknologi untuk menemukan keseimbangan antara menjaga keamanan nasional dan melindungi hak pengguna.
Ia menekankan bahwa platform seperti Telegram dirancang untuk melindungi kebebasan berbicara, privasi, dan akses ke informasi tanpa campur tangan pihak ketiga. Dengan demikian, pemerintah di seluruh dunia, termasuk Uni Eropa, perlu mengenali nilai ini dan memastikan bahwa kebijakan mereka tidak merugikan hak-hak dasar warga negara.