
China Perketat Larangan Penggunaan Kripto untuk Transaksi Valas
Lebih dua tahun setelah memberlakukan larangan kripto, otoritas Tiongkok menyerukan tindakan keras terhadap penggunaan aset kripto seperti Tether (USDT) dalam perdagangan valuta asing (valas).
Kejaksaan Agung Tiongkok (SPP) dan Administrasi Valuta Asing Negara (SAFE) telah mengeluarkan pernyataan bersama pada 27 Desember. Isinya menegaskan bahwa menggunakan stablecoin USDT sebagai perantara untuk memperdagangkan yuan dengan mata uang fiat lainnya adalah ilegal.
"Mengubah yuan menjadi mata uang kripto – dan dengan demikian mengubahnya menjadi mata uang asing – atau sebaliknya adalah ilegal di Tiongkok," kata mereka.
Selain itu, SPP dan SAFE mendesak pihak berwenang untuk meningkatkan koordinasi dalam menanggulangi penipuan pembelian valuta asing, transaksi valuta asing ilegal, dan aktivitas ilegal dan kriminal terkait valuta asing lainnya.
SPP dan SAFE juga menegaskan bahwa mereka yang tidak terlibat langsung dalam transaksi tersebut namun dengan sengaja memberikan dukungan teknis, termasuk membangun dan memelihara situs web, akan dianggap sebagai “kaki tangan”.
Sebagai pengingat, SPP dan SAFE menyebutkan kasus kriminal tahun 2019 yang melibatkan warga negara Tiongkok bernama Zhao Dong, founder meja perdagangan crypto RenrenBit, yang diketahui memfasilitasi perdagangan kripto dan mata uang lokal.
Dong dihukum penjara selama tujuh tahun dan denda 2,3 juta yuan (Rp5 miliar) karena menggunakan dirham Uni Emirat Arab untuk membeli USDT, kemudian menjualnya jadi yuan Tiongkok dan memperoleh keuntungan lebih dari 2 persen.
Kasus lainnya melibatkan konversi mata uang asing senilai lebih dari 220 juta yuan menggunakan Tether antara tahun 2018 dan 2021. Pernyataan tersebut mengatakan bahwa pengembang dan pengelola beberapa situs pembayaran Tiongkok yang digunakan dalam transaksi tersebut telah dijatuhi hukuman lima tahun penjara dan denda 200.000 yuan. Namun mereka tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai kasus tersebut.
Penggunaan dan penukaran mata uang asing di Tiongkok tunduk pada peraturan ketat di negara itu, sementara perdagangan dan penambangan kripto secara resmi dilarang sejak tahun 2021.
Namun South China Morning Post melaporkan bahwa Tiongkok tetap menjadi pasar yang signifikan bagi mata uang kripto dan merupakan pasar terbesar di Asia Timur dalam hal perputaran transaksi.
Trader telah menggunakan aset digital untuk menukar mata uang dan menghindari peraturan. Mereka menghasilkan uang dari selisih nilai pembelian mata uang kripto dengan mata uang asing, kemudian menjual kembali aset tersebut ke yuan. Pembayaran dalam mata uang asing dan yuan sering kali dilakukan secara paralel dengan rekening di luar negeri dan di Tiongkok untuk menghindari transaksi lokal secara langsung.