
Imbas Krisis AS: Lebih $286 Miliar Mengalir ke Reksadana Pasar Uang
Menyusul keruntuhan Silicon Valley Bank dan krisis perbankan di AS telah menyebabkan banyak investor memasukkan dana mereka ke reksadana pasar uang.
Menurut data Emerging Portfolio Fund Research (EPFR) lebih dari $286 miliar (Rp4,3 kuadriliun) uang masuk ke reksadana pasar uang AS dalam waktu dua minggu, terhitung dari 9 Maret (sehari sebelum SVB kolaps) hingga 22 Maret.
Hal itu mendorong nilai aset reksa dana AS ke level tertinggi sepanjang masa sebesar $5,1 triliun, menurut Bank of America pada hari Rabu.
Tujuan utama dana tersebut adalah Goldman Sachs, JPMorgan Chase dan Fidelity. Menurut EPFR, Goldman Sachs menerima $52 miliar, JPMorgan $46 miliar, dan hampir $37 miliar masuk ke Fidelity. Volume arus masuk tersebut merupakan yang terbesar selama sebulan sejak munculnya wabah Covid-19.
Krisis yang lebih luas sejauh ini tampaknya belum terjadi di AS, dan pemerintah negara itu telah bersusah payah untuk meyakinkan para deposan bahwa tabungan bank aman. Tapi itu tidak menghentikan orang untuk memindahkan uang mereka.
“Gejolak di pasar selalu menggerakkan uang,” kata Danielle Lucht, penasihat keuangan di Cape Coral, Florida, dikutip dari Washingtonpost. “Perhatian terbesar saat ini adalah: Apakah uang saya aman? Bagaimana saya bisa membuatnya lebih aman? Orang yang memiliki uang tunai di rekening tabungan sederhana menggunakan ini sebagai peluang untuk memindahkan uang mereka.”
Reksadana pasar uang adalah jenis investasi sekuritas jangka pendek, yang relatif stabil dan menawarkan pengembalian lebih tinggi daripada tabungan tradisional. Ini juga menawarkan likuiditas tinggi dan risiko rendah, menjadikannya pilihan populer bagi investor selama masa yang tidak pasti seperti sekarang. Saat ini, pilihan investasi ini menawarkan hasil terbaik karena Federal Reserve AS terus menaikkan suku bunga untuk mengekang inflasi.
Tetapi pasar uang juga memiliki risiko. Semakin banyak uang yang diinvestasikan dalam dana ini, semakin besar pula risiko uang tunai mengalir keluar dengan cepat, sehingga menciptakan krisis likuiditas pasar uang.
Selain itu, reksadana pasar uang juga bisa menghadapi risiko yang sama dengan bank. Mereka biasanya berinvestasi dalam sekuritas jangka pendek, dengan jatuh tempo 90 hari atau kurang, artinya mereka sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Pasar uang AS terakhir kali mengalami kehancuran ketika terjadi kepanikan yang disebabkan oleh pandemi pada tahun 2020. Kala itu Departemen Keuangan AS dan Federal Reserve harus turun tangan untuk mencegah krisis.
Selain reksadana, pilihan investasi lain juga mengalami peningkatan sejak kejatuhan SVB. Harga Bitcoin telah naik 40 persen, dan emas naik sekitar 10 persen.