
Kursi Kosong di CFTC Bisa Hambat Regulasi Industri Kripto AS
Saat anggota parlemen Amerika Serikat mendorong agar Commodity Futures Trading Commission (CFTC) menjadi badan utama pengawas kripto melalui Clarity Act, muncul kekhawatiran serius: apakah CFTC memiliki kapasitas yang cukup untuk melaksanakan peran besar tersebut?
Clarity Act dan Ambisi Mengatur Aset Digital
RUU Clarity Act yang baru dirilis oleh anggota kongres French Hill berupaya menciptakan klasifikasi baru bernama “komoditas digital”, memungkinkan perdagangan bebas aset kripto tertentu di pasar sekunder dan menyerahkan otoritas utama pengawasan pada CFTC.
Namun, saat ini satu dari lima kursi komisioner CFTC kosong, dan dua anggota lainnya baru saja mengundurkan diri. Kekosongan ini menimbulkan kebuntuan politik di tubuh CFTC yang menghambat kemampuan mereka membuat kebijakan baru, menetapkan regulasi, atau bahkan mengambil tindakan penegakan hukum.
Nominee Trump Mandek, Komisioner Lain Hengkang
Presiden Donald Trump telah mengajukan Brian Quintenz — mantan komisioner CFTC dan kepala kebijakan kripto di a16z — sebagai ketua baru sejak Februari 2025. Namun, proses konfirmasi di Senat berjalan sangat lambat, tertahan oleh prioritas politik lain seperti rancangan anggaran Trump dan undang-undang stablecoin GENIUS.
Sementara itu, dua komisioner lain, Summer Mersinger (Republik) dan Christy Goldsmith Romero (Demokrat), mundur dari jabatannya minggu lalu. Komisioner Republik yang tersisa, Caroline Pham, menyatakan akan ikut mundur jika Quintenz resmi dilantik. Komisioner Demokrat terakhir, Kristin Johnson, juga telah mengumumkan rencana keluar, walau tanpa tenggat waktu pasti.
Dampak Langsung: Mandeknya Regulasi dan Penegakan Hukum
Ketidakseimbangan politik ini berarti CFTC tidak dapat mengeluarkan kebijakan baru atau menindak pelanggaran tanpa suara mayoritas. Beberapa fungsi penting, seperti amandemen peraturan dan izin operasional, menjadi tidak bisa dijalankan.
Ironisnya, banyak pelaku industri kripto justru menganggap ini sebagai “penyembuhan” terhadap era “regulasi lewat penegakan” yang dikenal di bawah pemerintahan Biden. Namun, situasi saat ini juga menciptakan kekosongan hukum yang berbahaya.
Kasus Kalshi dan Regulasi Pasar Prediksi Jadi Contoh Kegagalan
Kasus pasar prediksi Kalshi menjadi cerminan masalah struktural CFTC. Setelah memenangkan gugatan terhadap larangan pasar prediksi pemilu, Kalshi menjadi pelopor dalam membuka jalan untuk prediksi legal di bidang olahraga dan hiburan.
Namun, ketika Crypto.com mencoba mengesahkan pasar prediksi Super Bowl, CFTC versi Biden menolaknya. Setelah Trump menjabat, CFTC yang baru membiarkannya berjalan tanpa sikap resmi — membuka pasar taruhan olahraga yang belum sepenuhnya legal, hanya karena tidak ada keputusan.
Lebih parah lagi, CFTC menjanjikan diskusi terbuka soal taruhan olahraga pada Februari, namun membatalkannya secara mendadak satu minggu sebelum acara. Kegagalan ini menunjukkan bagaimana kelemahan kapasitas dan kejelasan kepemimpinan CFTC bisa melumpuhkan industri secara nasional.
Dapatkah Industri Kripto Mengandalkan CFTC?
Secara hukum, CFTC tetap dapat beroperasi meski kekurangan komisioner, sesuai Pasal 2(a)(3) dari Commodity Exchange Act. Namun secara praktik, kekosongan kursi menghambat kemampuan lembaga untuk merespons dinamika industri kripto yang berkembang sangat cepat.
Dengan semakin banyak negara bagian yang menekan platform seperti Kalshi lewat jalur hukum federal, dan dengan semakin pentingnya regulasi jelas untuk aset digital, kekosongan dan kebuntuan di tubuh CFTC menjadi tanda bahaya.
Apakah pelantikan Brian Quintenz akan menyelesaikan masalah ini? Atau justru membuat CFTC berada dalam kontrol satu suara saja?