
Mahasiswa Virginia Tech Hidupkan Kehidupan Mesir Kuno Lewat Teknologi VR
Siapa sangka rasa penasaran seorang mahasiswa bisa membawanya terlibat dalam proyek teknologi budaya berskala besar? Itulah yang dialami Sarah Zulfiqar, mahasiswa jurusan desain interior di Virginia Tech, yang kini menjadi bagian dari tim interdisipliner yang berusaha “menghidupkan kembali” suasana kehidupan Mesir kuno melalui teknologi virtual reality (VR).
Berawal dari keingintahuan terhadap sebuah ruangan kecil di sudut studio, Zulfiqar memberanikan diri bertanya kepada dosennya, Eiman Elgewely. Dari situlah awal keterlibatannya dalam proyek yang tak hanya menggabungkan teknologi, sejarah, dan desain, tetapi juga menyentuh aspek pelestarian budaya secara digital.
Proyek tersebut diberi nama “Breathing Life into Meketre’s Tomb Models in VR” dan terinspirasi dari artefak makam Meketre, seorang pejabat tinggi Mesir pada masa Dinasti ke-11. Makam ini ditemukan di Luxor dan diekskavasi pada tahun 1920 oleh arkeolog Amerika Herbert Winlock. Kini, beberapa artefak tersebar di berbagai museum dunia, termasuk Metropolitan Museum of Art di New York dan Museum Kairo.
Model kayu kecil yang ditemukan di dalamnya menggambarkan kehidupan sehari-hari seperti bertani, membakar roti, hingga naik perahu di Sungai Nil. Kini, dengan bantuan teknologi 3D, suara latar, dan kecerdasan buatan, artefak-artefak tersebut bisa dinikmati kembali dalam bentuk yang lebih hidup dan interaktif.
Zulfiqar sendiri terlibat dalam penelitian tentang tanaman, ikan, serta desain taman Mesir kuno untuk menciptakan model taman yang otentik dan akurat.
“Saya bertugas mencari sebanyak mungkin lukisan asli yang berhubungan dengan taman Mesir,” kata Zulfiqar, dikutip dari situs resmi Virginia Tech. “Saya melakukan banyak penelitian tentang tanaman, pohon, flora, dan fauna asli. Kami memasukkan semua itu ke dalam rekonstruksi kami dan membuatnya seakurat mungkin secara historis.”
Sementara itu, Eiman Elgewely menyatakan bahwa proyek ini bertujuan menciptakan semacam "repatriasi digital", yang memungkinkan publik global dan masyarakat Mesir mengakses kembali warisan budaya mereka melalui media digital.
Proyek ini menawarkan banyak pengalaman imersif, seperti “menangkap” ikan di dunia maya. Selain itu, proyek ini juga mempertemukan mahasiswa dari berbagai latar belakang, mulai dari desain interior hingga ilmu komputer, untuk bekerja sama dan belajar saling memahami cara berpikir masing-masing disiplin.
“Biasanya desainer dan ahli komputer jarang duduk bersama dalam satu proyek. Tapi di sini, mereka justru saling melengkapi,” kata Elgewely.
Proyek ini rencananya akan dipamerkan secara penuh pada ICAT Day, 5 Mei mendatang di Moss Arts Center, tempat pengunjung bisa merasakan sendiri bagaimana rasanya berjalan di taman milik seorang bangsawan Mesir lebih dari 4.000 tahun lalu, seolah benar-benar kembali ke masa lalu.