Mining Difficulty Bitcoin Melampaui 80 Triliun Menjelang Halving
Mining difficulty Bitcoin, yang mengukur betapa sulitnya memecahkan teka-teki kriptografi kompleks yang digunakan dalam proses penambangan blockchain Bitcoin, melampaui angka 80 triliun pada hari Jumat (16/02).
Menurut BTC.com, hashrate jaringan, yang mengukur total daya komputasi yang digunakan oleh para miner, mencapai 562,81 exahash per detik (EH/s), dan mining difficulty-nya mencapai rekor 81,73 triliun.
Tren peningkatan mining difficulty ini terjadi secara konsisten sejak Januari 2023, dan diperkirakan akan mencapai 100 triliun dalam beberapa bulan ke depan.
Pada penyesuaian ulang otomatis pada 15 Februari, kesulitan penambangan Bitcoin diperkirakan meningkat sebesar 6%, menandakan tantangan yang berkelanjutan bagi para miner.
Dampak Mining Difficulty
Dalam mekanisme konsensus proof of work seperti Bitcoin, mining difficulty menandakan bahwa penambang memerlukan lebih banyak daya komputasi dan energi untuk memvalidasi transaksi dan mengamankan jaringan.
Selain itu, ketika mining difficulty melonjak, para penambang menghadapi persaingan yang semakin ketat, sehingga meningkatkan biaya operasional.
Namun, mining difficulty Bitcoin diperkirakan akan mengalami penurunan setelah halving pada bulan April, yang akan mengurangi imbalan Bitcoin dari 6,25 BTC menjadi 3,125 BTC.
Perubahan ini mungkin menghasilkan hashrate yang lebih rendah, karena penambang yang kurang efisien akan kesulitan menutupi biaya dan menjadikan mining rig mereka jadi offline. Penurunan tingkat hash kemungkinan akan menyebabkan penurunan mining difficulty Bitcoin karena jaringan bertujuan untuk mempertahankan produksi blok yang stabil setiap 10 menit.
Menurut analis Galaxy Digital, sebanyak 20% dari hashrate Bitcoin saat ini bisa menjadi offline setelah halving dan hanya akan menyisakan mining rig yang paling efisien.