Polisi Tiongkok Gerebek Perbankan Bawah Tanah Senilai Rp30 Miliar Menggunakan USDT
Polisi di provinsi Sichuan, Tiongkok, berhasil mengungkap jaringan perbankan bawah tanah yang menggunakan stablecoin USDT, dengan transaksi senilai 13,8 miliar yuan, yang setara dengan $1,9 miliar atau sekitar Rp30 triliun.
Operasi perbankan ilegal ini berpusat di kota Chengdu, tempat para pelaku memanfaatkan Tether untuk melakukan penukaran mata uang asing. Pihak kepolisian Chengdu merilis laporan media pada hari Kamis (16/05) yang mengatakan bahwa kelompok kriminal tersebut melayani orang-orang yang berusaha menyelundupkan obat-obatan dan kosmetik atau mereka yang ingin membeli aset di luar negeri. Dikatakan bahwa operasi perbankan bawah tanah USDT tersebut dimulai pada Januari 2021.
Laporan tersebut juga mengonfirmasi bahwa pihak berwenang telah melakukan penangkapan 193 tersangka di 26 provinsi berbeda. Mereka juga membekukan aset senilai 149 juta yuan.
Penggerebekan ini menyusul kasus terpisah di provinsi Jilin di mana bank bawah tanah bernilai $295 juta juga menggunakan aset kripto untuk konversi mata uang.
Meskipun ada larangan komprehensif terhadap aktivitas terkait kripto di Tiongkok, banyak orang tetap memanfaatkan aset kripto untuk menghindari kebijakan kontrol modal yang ketat di negara tersebut.
Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Kyros Ventures menunjukkan bahwa trader Tiongkok adalah salah satu pemegang stablecoin terbesar di dunia. Laporan tersebut menunjukkan bahwa 33,3% investor Tiongkok memiliki beberapa stablecoin, menempatkan mereka di peringkat kedua setelah Vietnam yang memiliki 58,6%.