Dinamika Regulasi Kripto dan Arah Baru Kepemimpinan ABI di Tengah Rencana Revisi UU P2SK
Industri aset digital Indonesia kembali berada di persimpangan penting. Di satu sisi, pemerintah tengah mempersiapkan revisi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) untuk memperjelas pengawasan aset kripto di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun di sisi lain, sejumlah pasal dalam rancangan revisi tersebut justru menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan pelaku industri.
Kekhawatiran ini mencuat karena beberapa ketentuan dinilai dapat menghilangkan peran vital Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD), yang selama ini menjadi ujung tombak ekosistem perdagangan aset kripto di Indonesia.
Pasal yang Berpotensi Menekan PAKD
Dalam draf perubahan, Pasal 215C poin 9 mengatur bahwa bursa kripto wajib memiliki atau mengendalikan sistem perdagangan aset digital, termasuk kripto dan turunannya. Selain itu, Pasal 312A poin C mewajibkan bursa menyelenggarakan perdagangan aset digital paling lambat dua tahun setelah undang-undang berlaku.
Jika diterapkan tanpa penyesuaian, aturan ini berpotensi memusatkan seluruh aktivitas perdagangan kripto di bawah kendali bursa, menghapus kemandirian dan peran PAKD yang selama ini beroperasi secara independen. Dampaknya bisa signifikan: mulai dari penutupan perusahaan PAKD, hilangnya lapangan kerja, hingga menurunnya daya saing sektor kripto nasional.
Risiko Monopoli dan Hilangnya Inovasi
CEO PT Sentra Bitwewe Indonesia dan Anggota Komite Audit Superbank, Hamdi Hassyarbaini, mengingatkan bahwa pasal-pasal tersebut masih multitafsir dan membuka ruang bagi monopoli.
Menurutnya, ada tiga potensi interpretasi:
- Bursa hanya mengatur perdagangan aset digital yang ditawarkan di Indonesia.
- Bursa menjadi pengendali utama, sementara PAKD hanya berperan sebagai perantara.
- Seluruh perdagangan dilakukan langsung oleh bursa tanpa melibatkan PAKD.
Jika skenario ketiga diterapkan, kata Hamdi, maka seluruh 25 PAKD berizin akan kehilangan sumber pendapatan. Akibatnya, akan terjadi efek domino berupa PHK massal dan stagnasi inovasi.
Monopoli justru menurunkan efisiensi pasar. Regulasi seharusnya memperkuat ekosistem aset digital, bukan melemahkannya, tegasnya.
Hamdi juga menyoroti risiko eksodus pengguna kripto Indonesia ke platform luar negeri apabila regulasi domestik dianggap terlalu mengekang. Hal ini bukan hanya menggerus potensi ekonomi, tetapi juga menghilangkan potensi penerimaan pajak dari perdagangan kripto lokal.
DPR Tegaskan Pembahasan Belum Final
Menanggapi kekhawatiran industri, Anggota Komisi XI DPR RI, Fauzi H. Amro, menegaskan bahwa revisi UU P2SK masih dalam tahap pembahasan.
Kami menunggu Surat Presiden (Supres) untuk melanjutkan pembahasan. Tujuan kami jelas memastikan regulasi kripto di bawah OJK memberikan kepastian hukum dan rasa aman bagi pelaku industri, ujar Fauzi.
Ia menekankan bahwa revisi UU P2SK bukan dimaksudkan untuk membatasi, tetapi memperkuat ekosistem keuangan nasional, termasuk aset digital dan fintech.
Setelah Supres keluar, semua pihak akan dilibatkan agar hasilnya seimbang dan tidak merugikan siapa pun, pungkasnya.
Momentum ABI: Kepemimpinan Baru untuk Masa Depan Ekosistem Kripto
Di tengah dinamika ini, Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) juga tengah bersiap melakukan pencalonan Board of Director periode baru. Momen ini dianggap penting karena arah kepemimpinan ABI ke depan akan sangat menentukan sikap industri dalam merespons regulasi dan membangun komunikasi strategis dengan pemerintah.
Beberapa kandidat dikabarkan membawa visi kolaboratif yang menekankan advokasi kebijakan inklusif, penguatan edukasi publik, serta standardisasi keamanan aset digital di Indonesia.
Pergantian kepemimpinan ABI diharapkan mampu menjadi jembatan antara regulator dan industri memastikan bahwa inovasi blockchain dan kripto dapat tumbuh selaras dengan arah kebijakan nasional.
Seiring pembahasan revisi UU P2SK yang masih berjalan, arah baru ABI akan menjadi penentu apakah Indonesia mampu menyeimbangkan dua hal penting: perlindungan investor dan kebebasan inovasi teknologi finansial.