
RUU Kripto Baru AS Targetkan Pengaruh Perusahaan Besar, Dorong Demokratisasi Pasar Aset Digital
Rancangan terbaru “Digital Asset Market Structure Discussion Draft” yang diajukan oleh anggota DPR dari Partai Republik pada 5 Mei berpotensi mengurangi dominasi perusahaan kripto besar dan mendorong partisipasi lebih luas di pasar aset digital, menurut eksekutif dari Paradigm.
RUU ini dipimpin oleh Ketua Komite Pertanian dan Jasa Keuangan DPR, Glenn Thompson dan French Hill, dan dianggap sebagai revisi bertahap namun signifikan terhadap Financial Innovation and Technology for the 21st Century Act (FIT21), kata Justin Slaughter, VP Urusan Regulasi Paradigm, dalam postingan di X.
Salah satu perubahan utama dari versi sebelumnya adalah definisi "pihak terafiliasi", yang kini ditetapkan sebagai siapa pun yang memiliki lebih dari 1% dari aset digital yang diterbitkan oleh suatu proyek — turun dari ambang batas 5% di FIT21. Menurut Slaughter, perubahan ini bisa membatasi pengaruh perusahaan kripto besar dan membuka ruang untuk partisipasi lebih merata.
“Ini mencerminkan arah seluruh RUU. Kritik umum terhadap kripto adalah dominasi oleh segelintir perusahaan besar. RUU ini secara tegas menunjukkan rezim regulasi yang mendorong demokratisasi sektor ini,” ujar Slaughter.
RUU ini juga menetapkan bahwa sistem blockchain yang sudah matang adalah sistem yang tidak berada di bawah kendali bersama satu orang atau entitas.
Menurut Slaughter, Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) akan tetap menjadi otoritas utama dalam mengatur aktivitas jaringan kripto hingga jaringan tersebut cukup terdesentralisasi.
Draft ini juga memperjelas bahwa protokol perdagangan keuangan terdesentralisasi (DeFi) adalah protokol yang memungkinkan pengguna melakukan transaksi secara mandiri, dan karena itu tidak wajib mendaftar sebagai broker atau dealer.
Aset digital dalam draft ini disebut sebagai "investment contract assets" untuk membedakan perlakuan hukumnya dari saham dan aset tradisional lainnya menurut uji Howey Test.
Berdasarkan analisis Slaughter, hukum sekuritas hanya akan berlaku jika penjualan sekunder token juga mencakup transfer kepemilikan atau keuntungan dari bisnis dasarnya.
RUU ini juga memberikan jalur bagi perusahaan kripto untuk menghimpun dana di bawah pengawasan SEC, sembari menyediakan proses yang jelas untuk mendaftarkan token mereka ke Commodity Futures Trading Commission (CFTC).
Apabila suatu aset digital terdaftar tidak lagi mematuhi aturan, maka CFTC dan SEC harus menyusun pedoman bersama terkait penghapusan aset tersebut dari daftar (delisting).
Kesempatan Nyata Bagi Regulasi Kripto yang Jelas dan Mendorong Inovasi
Anggota komite menyatakan bahwa kripto adalah “peluang nyata” untuk mendorong inovasi di Amerika Serikat, terutama dalam modernisasi infrastruktur keuangan dan memperkuat dominasi dolar AS.
Mereka juga mengkritik pemerintahan Biden dan kepemimpinan Gary Gensler di SEC, yang dianggap menerapkan pendekatan regulasi melalui penegakan hukum daripada menyusun aturan yang jelas.
Akibat ketidakjelasan ini, banyak perusahaan kripto terjebak dalam ketidakpastian hukum, dan sebagian memilih pindah ke negara lain yang menawarkan regulasi lebih jelas.
“Amerika harus menjadi pusat kekuatan investasi dan inovasi aset digital. Untuk itu, kita membutuhkan rezim regulasi yang masuk akal,” kata Dusty Johnson, Ketua Subkomite Pasar Komoditas, Aset Digital, dan Pembangunan Pedesaan.
Slaughter menambahkan:
“RUU ini bisa menjadi solusi regulasi menyeluruh yang selama ini banyak pihak minta.”
Partai Republik Hadapi Hambatan untuk Draft RUU Ini
Namun, draft ini tak luput dari tantangan. Menurut sumber dari staf Demokrat, Maxine Waters, anggota senior Komite Jasa Keuangan DPR, berencana memblokir acara diskusi yang dipimpin Partai Republik pada 6 Mei, yang akan membahas draft RUU tersebut.
Acara berjudul “American Innovation and the Future of Digital Assets” ini sedianya akan mengulas isi RUU bersama Glenn Thompson, French Hill, dan anggota komite lainnya.
Namun menurut staf Demokrat tersebut, peraturan saat ini mengharuskan semua anggota komite menyetujui diadakannya dengar pendapat, sehingga RUU bisa tertunda pembahasannya lebih lanjut.