
Tarif 'Liberation Day' Trump Guncang Pasar, Picu Ketakutan Resesi dan Pengaruh ke Kripto
Presiden AS Donald Trump kembali mengguncang dunia keuangan dengan mengumumkan serangkaian tarif baru pada 2 April 2025 dalam rangka perayaan yang ia sebut sebagai “Liberation Day”. Keputusan ini langsung memicu kepanikan pasar dan memecah opini para pelaku industri kripto terkait dampaknya ke depan.
Dalam perintah eksekutif yang ditandatangani di Gedung Putih, Trump menggunakan kekuasaan darurat untuk menetapkan tarif balasan minimal 10% terhadap semua negara yang masih membebankan tarif atas barang-barang dari Amerika Serikat.
Pasar Keuangan dan Kripto Langsung Merespons
Kabar ini membuat pasar saham dan kripto langsung anjlok. Harga Bitcoin (BTC) yang sempat mendekati $88.500 jatuh 2,6% ke $83.000. Ethereum (ETH) turun drastis dari $1.934 menjadi $1.797. Sementara itu, kapitalisasi pasar kripto global menyusut 5,3% menjadi $2,7 triliun.
Meski demikian, beberapa analis pasar menilai gejolak ini hanya sementara. Trader populer Michaël van de Poppe menyatakan bahwa pasar akan kembali stabil setelah ketidakpastian mereda, dan justru bisa memberi ruang bagi reli Bitcoin dan altcoin.
Dampak Langsung Tarif Trump terhadap Penambangan Kripto
Sektor yang terdampak paling langsung adalah penambangan kripto di Amerika Serikat. Sebagian besar perangkat ASIC mining rig masih diimpor dari Asia Tenggara, termasuk Malaysia, Thailand, dan Indonesia.
Menurut Mitchell Askew, analis utama di Blockware Solutions:
"Tarif ini punya implikasi BESAR. Pasokan offshore terancam, dan harga rig bisa melonjak 5-10 kali lipat seperti tahun 2021 jika BTC ikut naik."
CEO Blockware, Mason Jappa, juga menekankan bahwa rig penambangan yang sudah berada di AS akan jauh lebih bernilai karena sulitnya mengimpor baru di bawah tarif baru.
Perusahaan penambangan seperti Luxor Technology bahkan mulai menyewa penerbangan khusus untuk segera memindahkan perangkat sebelum tarif berlaku penuh.
Metodologi Tarif yang Diragukan dan Kekhawatiran Resesi
Yang lebih menghebohkan publik adalah metode penetapan tarif yang dinilai tidak masuk akal. Menurut editor Yale Review James Surowiecki, tarif tidak dihitung dari total hambatan perdagangan, melainkan:
"Defisit dagang AS dengan negara tersebut dibagi dengan total ekspor mereka ke AS."
Ini memunculkan keanehan seperti dimasukkannya Pulau Heard dan Kepulauan McDonald — wilayah tak berpenghuni — ke dalam daftar tarif 10%, meski tidak ada aktivitas perdagangan dengan AS sama sekali.
Sejumlah pengamat bahkan berspekulasi bahwa daftar tarif ini mungkin disusun dengan bantuan AI seperti ChatGPT, karena dapat direplikasi melalui prompt sederhana.
Reaksi Ekonomi dan Naiknya Peluang Resesi
CEO deVere Group, Nigel Green, menyebut kebijakan ini sebagai:
“Ilusi ekonomi yang berisiko menghancurkan sistem perdagangan global pasca-perang.”
Sementara Adam Cochrane dari Cinneamhain Ventures menyebut tarif Trump hanya efektif jika AS memiliki industri pengganti impor yang kuat — yang sayangnya saat ini tidak dimiliki.
Goldman Sachs memperkirakan peluang resesi AS naik dari 35% menjadi lebih dari 50% setelah perintah tarif ditandatangani. Pasar taruhan Kalshi mencatat lonjakan prediksi resesi pasca pengumuman.
Pasar Bergejolak, Kripto di Persimpangan
Kebijakan tarif baru Trump di tahun 2025 menciptakan efek domino ke berbagai sektor — dari perdagangan global, risiko resesi, hingga masa depan Bitcoin dan penambangan kripto. Sementara sebagian melihat potensi reli aset kripto sebagai alternatif lindung nilai, yang lain khawatir akan kenaikan biaya operasional dan gangguan rantai pasok.
Apakah ini akan menjadi babak baru bagi ekonomi AS atau justru memicu krisis global lainnya?