
Apakah Dunia Kripto Kehilangan Jiwa Open Source-nya?
Kripto lahir dari semangat open source—di mana kode dibagikan secara publik, bisa diaudit siapa saja, dan berkembang melalui kontribusi komunitas. Transparansi dan verifikasi adalah pondasi utama yang membangun kepercayaan pada Bitcoin.
Namun seiring industri berkembang, kelemahan model open source pun mulai terlihat. Banyak platform smart contract dan aplikasi DeFi (Decentralized Finance) yang inovatif justru menjadi sasaran kloning. Dari maraknya proyek tiruan Uniswap hingga fork Ethereum yang mengutamakan kecepatan dan biaya murah, nilai desentralisasi mulai terpinggirkan.
Beberapa pengembang akhirnya beralih ke pengembangan tertutup (closed-source) untuk melindungi desain mereka, mencegah eksploitasi, dan menyulitkan analisis kode oleh pihak jahat. Tapi pendekatan ini dikritik sebagai bentuk “keamanan melalui kerahasiaan,” yang menutup celah bukannya memperbaikinya.
Eksploitasi Loopscale di Solana: Bukti Kode Tertutup Bukan Jawaban
Insiden pada protokol Loopscale di jaringan Solana menegaskan bahwa sistem tertutup bukan solusi universal. Baru beberapa minggu setelah diluncurkan, platform DeFi yang bersifat tertutup ini kehilangan dana sebesar $5,8 juta karena eksploitasi.
Peretas memanipulasi parameter jaminan untuk mengambil serangkaian pinjaman yang tidak mencukupi agunan. Meski tim berhasil merundingkan pengembalian dana, kasus ini memicu kembali perdebatan soal dominasi proyek closed-source di ekosistem Solana.
“Jordan,” seorang engineer dari Anza, menyebut protokol DeFi tertutup sebagai salah satu kelemahan terbesar jaringan Solana. Ia menegaskan bahwa tanpa audit publik, pengguna hanya bisa “percaya buta” pada tim, bukan pada kontrak pintar yang bisa diverifikasi.
Menurut data DefiLlama, pada 2021 protokol tertutup memang mendominasi Solana, tapi kini open source telah mengambil alih dengan 90% nilai total terkunci (TVL) berasal dari protokol terbuka per 29 April.
Max Kaplan, CTO Sol Strategies, menyatakan:
“Kode open source yang diaudit adalah jalan terbaik. Menyembunyikan kode hanya menciptakan ‘pintu belakang tersembunyi’. Dengan bersifat terbuka, diaudit, dan punya program bounty, protokol bisa mendapatkan lebih banyak mata untuk memeriksa kode dan mendorong keamanan bersama.”
Kripto Semakin Dewasa dan Menjauh dari Akar Open Source
Walau banyak suara yang ingin mempertahankan kripto sebagai ruang open source, realitas industri menunjukkan pergeseran ke arah model tertutup ala perusahaan besar. Ini dilakukan untuk melindungi kekayaan intelektual, menjaga keunggulan kompetitif, dan meminimalkan risiko eksploitasi.
Banyak perusahaan kripto besar kini tak lagi berniat mengguncang sistem keuangan, melainkan justru berintegrasi dengannya: mengejar izin bank, membangun infrastruktur institusional, dan bekerja sama dengan regulator. Dalam konteks ini, kode tertutup dianggap sebagai langkah praktis, bukan pengkhianatan terhadap idealisme kripto.
Isu Ini Tak Hanya di Kripto — Tapi Juga AI
Awal 2025, China mengguncang dunia dengan rilis DeepSeek—model AI open source yang murah dan kuat. Tapi menurut Matt Pearl dari Center for Strategic and International Studies, open source tanpa batasan bisa berbahaya. Model seperti DeepSeek bisa dengan mudah dimodifikasi untuk membuat malware, phishing, atau propaganda digital.
Open Source Tetap Punya Pembela
Argumen umum untuk menutup kode kontrak pintar adalah bahwa mayoritas pengguna tidak bisa membacanya—tapi peretas bisa. Mikko Ohtamaa dari Trading Strategies tidak setuju.
“Cukup satu orang jujur yang mengerti kode untuk memperingatkan komunitas,” ujarnya, menambahkan bahwa lisensi bisnis seperti Uniswap v3 dapat tetap melindungi hak kekayaan intelektual.
Riset pun membuktikan keunggulan open source. Studi Red Hat tahun 2022 terhadap 1.300 pemimpin TI menunjukkan bahwa perangkat lunak open source perusahaan dinilai sama amannya, bahkan lebih, dibanding perangkat lunak tertutup.
“Transparansi adalah prinsip dasar kriptografi dan blockchain. Tanpa transparansi, tidak ada verifikasi. Tanpa verifikasi, blockchain tak lebih baik dari sistem tersentralisasi,” tutup Ohtamaa.