
Kasus Peretasan Bitfinex 2016: Hakim Tolak Perintah Pengembalian Dana yang Dicuri
Pada Agustus 2016 silam, bursa cryptocurrency Bitfinex, yang berbasis di Hong Kong, mengalami salah satu peretasan terbesar dalam sejarah crypto. Peretasan ini mengakibatkan lebih dari 2.000 transaksi yang disetujui dikirim ke satu dompet, yang kemudian mengosongkan dana dari dompet pengguna secara tidak sah.
Insiden ini tidak hanya mengguncang pasar crypto, tetapi juga menyebabkan harga Bitcoin anjlok sebesar 20% dalam waktu singkat. Pada saat itu, total Bitcoin yang dicuri bernilai sekitar $72 juta, yang dalam nilai Bitcoin saat ini akan menjadi jumlah yang jauh lebih besar.
Menanggapi insiden tersebut, Bitfinex segera mengambil tindakan darurat dengan menghentikan semua penarikan dan perdagangan Bitcoin di platform mereka. Mereka juga mulai melakukan investigasi untuk melacak pelaku peretasan, bekerja sama dengan pihak berwenang.
Namun, langkah-langkah ini tidak cukup untuk meredakan dampak yang ditimbulkan oleh peretasan tersebut. Pelanggan Bitfinex, termasuk mereka yang tidak secara langsung mengalami peretasan, mengalami pemotongan saldo akun sebesar 36% sebagai bagian dari mekanisme pemulihan bursa. Sebagai kompensasi atas kerugian tersebut, Bitfinex menerbitkan token BFX, yang dapat ditukarkan atau dikonversi menjadi saham di perusahaan induk Bitfinex.
Selain itu, akibat dari insiden ini, akses Bitfinex terhadap pembayaran dan penarikan dalam dolar AS menjadi sangat terbatas. Peristiwa ini juga menimbulkan pertanyaan besar tentang keamanan crypto exchange, terutama mengingat fakta bahwa Bitfinex pada saat itu bekerja sama dengan BitGo, sebuah perusahaan yang menyediakan solusi keamanan multi-tanda tangan (multi-signature security). Meski seharusnya memiliki tingkat perlindungan yang tinggi, insiden ini menunjukkan bahwa sistem keamanan tersebut masih dapat ditembus oleh peretas dengan teknik yang canggih.
Pada Juli 2023, setelah bertahun-tahun investigasi, Bitfinex akhirnya berhasil bekerja sama dengan Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (DHS) untuk memulihkan sebagian dana yang dicuri dalam peretasan tersebut. Dana yang berhasil dikembalikan berjumlah sekitar $315.000 dalam bentuk tunai dan cryptocurrency. Bitfinex mengumumkan bahwa dana ini akan didistribusikan kembali kepada pemegang Recovery Right Tokens (RRT), yaitu token digital yang diterbitkan oleh Bitfinex untuk mereka yang mengalami kerugian finansial akibat serangan tersebut.
Namun, perkembangan terbaru dalam kasus ini menunjukkan bahwa pengembalian dana tidak berjalan semulus yang diharapkan. Seorang hakim federal di Washington, D.C., baru-baru ini menolak perintah yang mengharuskan pengembalian dana yang dicuri dalam peretasan Bitfinex tahun 2016. Keputusan ini menunjukkan bahwa masih terdapat kompleksitas hukum dalam menangani aset crypto yang dicuri, terutama dalam kasus peretasan berskala besar. Banyak pertanyaan hukum yang masih belum terselesaikan, seperti bagaimana cara mendistribusikan kembali dana yang telah dipulihkan dan siapa yang berhak menerimanya secara sah.
Peretasan Bitfinex 2016 tetap menjadi salah satu insiden keamanan terbesar dalam sejarah cryptocurrency, menyoroti tantangan besar yang dihadapi bursa dalam mengamankan aset digital pengguna. Kasus ini juga memperjelas perlunya regulasi yang lebih kuat dalam dunia crypto, serta bagaimana sistem hukum global harus beradaptasi dengan kejahatan dunia maya di sektor aset digital. Meskipun langkah-langkah pemulihan terus dilakukan, insiden ini tetap menjadi pelajaran penting bagi bursa crypto lainnya dalam meningkatkan keamanan mereka serta membangun kepercayaan komunitas crypto yang lebih luas.