
Singapura Jadi Pusat Inovasi Blockchain Global, Kalahkan AS
Singapura semakin mengukuhkan posisinya sebagai pusat utama inovasi blockchain global. Hal ini tercermin dari hasil studi terbaru yang dilakukan oleh ApeX Protocol, sebuah platform pertukaran terdesentralisasi (DEX) untuk perdagangan derivatif. Studi ini menilai berbagai negara berdasarkan tiga metrik utama, yaitu jumlah paten blockchain, jumlah lapangan pekerjaan yang terkait dengan blockchain, dan jumlah bursa kripto yang ada di masing-masing negara.
Berdasarkan hasil studi tersebut, Singapura menempati posisi teratas dengan skor komposit tertinggi 85,4. Negara pulau ini tercatat memiliki 1.600 paten blockchain, yang menandakan tingginya tingkat inovasi di bidang teknologi blockchain. Selain itu, Singapura juga memiliki hampir 2.500 pekerjaan yang terkait dengan blockchain, yang mencerminkan ekosistem yang berkembang pesat dalam hal adopsi teknologi ini.
Tak hanya itu, Singapura juga memiliki 81 bursa kripto, jumlah yang signifikan dibandingkan negara lain di kawasan Asia maupun global. Dengan jumlah paten, lapangan pekerjaan, dan bursa kripto yang tinggi, Singapura berhasil memperoleh skor komposit tertinggi dalam studi ini, menjadikannya sebagai pusat blockchain dan inovasi kripto global.
Beberapa faktor kunci yang menjadikan Singapura sebagai pusat inovasi blockchain adalah adopsi teknologi yang cepat dan pengembangan infrastruktur yang mendalam. Negara ini dikenal dengan kebijakan yang sangat mendukung penggunaan teknologi blockchain dan kripto, termasuk regulasi yang jelas dan mendukung inovasi.
Pada April 2024, Monetary Authority of Singapore (MAS), bank sentral Singapura, memberlakukan persyaratan untuk penyimpanan aset kripto dan lisensi bagi penyedia layanan kripto. Selain itu, pada Agustus 2023, MAS juga merampungkan kerangka regulasi untuk stablecoin, termasuk persyaratan baru bagi penerbit stablecoin dan aturan ketat untuk segregasi dan penyimpanan aset pelanggan. Langkah-langkah ini semakin memperkuat posisi Singapura sebagai pemimpin dalam adopsi mata uang digital.
Selanjutnya, Hong Kong berada di urutan kedua dalam hal teknologi blockchain dan kripto. Negara ini didukung oleh lebih dari 1.100 lapangan pekerjaan yang terkait dengan blockchain serta basis bursa kripto yang solid. Hong Kong menonjol berkat kebijakan yang mendukung dan regulasi yang jelas, yang membuatnya menjadi salah satu pusat utama dalam ekosistem kripto global.
Di Eropa, Estonia dan Swiss mengikuti dengan skor komposit yang lebih tinggi dibandingkan Amerika Serikat. Estonia, meskipun memiliki populasi yang jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara lain yang diteliti, berhasil mencatatkan prestasi yang mengesankan dengan 95 paten blockchain, 149 pekerjaan terkait blockchain, dan 52 bursa kripto yang aktif. Negara ini membuktikan bahwa ukuran populasi bukanlah faktor utama dalam menciptakan ekosistem blockchain yang sukses.
Tapi, meskipun Singapura menonjol di bidang adopsi dan infrastruktur, studi ApeX Protocol menemukan bahwa Amerika Serikat masih dominan dalam hal riset blockchain, inovasi dan penciptaan lapangan pekerjaan secara global. Negara ini dikenal sebagai pusat utama dalam penelitian teknologi blockchain dan pengembangan solusi berbasis blockchain. Tapi, Singapura lebih unggul dalam hal adopsi dan infrastruktur kripto, berkat kebijakan pemerintah yang mendukung dan lingkungan regulasi yang jelas.
Selain itu, ApeX Protocol juga menemukan bahwa Korea Selatan juga mencuri perhatian dengan aktivitas paten blockchain yang signifikan, yang menandakan komitmennya terhadap kemajuan teknologi dan inovasi di sektor ini.